BANJARNEGARA – Fadhila Maya Sari, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banjarnegara, menjadi sosok inspiratif di dunia penegakan hukum Indonesia dengan pendekatan unik yang memadukan ketegasan profesional dan kedalaman empati.
Perjalanan kariernya yang tak terduga dari cita-cita awal menjadi notaris hingga memimpin institusi kejaksaan menunjukkan betapa hidup punya rencana tersendiri.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini mengawali karier di Korps Adhyaksa pada 2005, kemudian resmi menjadi PNS setahun berikutnya.
“Awalnya saya menolak karena merasa bukan jalur saya. Tapi ini bentuk bakti pada orang tua. Ternyata jalan terbaik,” kenang Fadhila tentang awal mula perjalanannya di dunia hukum.
Pendidikan jaksa yang ditempuhnya pada 2007 menjadi batu loncatan penting. Hanya dalam setahun, ia sudah dipercaya memimpin Sub Seksi Penyidikan, mengawali rangkaian pencapaian karier gemilang yang membawanya menjadi Kajari pertama di Muara Bungo, Jambi sebelum akhirnya bertugas di Banjarnegara.
Di balik citra jaksa tegas yang melekat padanya, Fadhila menekankan pentingnya aspek kemanusiaan dalam setiap keputusan hukum.
“Memasukkan orang ke penjara bukan kebanggaan. Ini kewenangan hukum yang harus dijalankan dengan hati-hati dan tanggung jawab moral,” tegasnya dengan nada serius.
Sebagai pemimpin institusi hukum, Fadhila membangun suasana kerja harmonis dengan filosofi sederhana: setiap kantor kejaksaan adalah keluarga kedua.
“Kekompakan dan integritas tim adalah kunci utama kinerja kejaksaan yang optimal,” ujarnya tentang manajemen kepemimpinannya.
Perempuan karir ini juga vokal menyuarakan kemandirian perempuan di dunia profesional.
“Perempuan harus berdiri di atas kaki sendiri, berpikir jernih, dan memilih jalan hidup dengan hati,” pesannya yang menjadi inspirasi bagi banyak perempuan pekerja di berbagai sektor.
Di tengah stereotip dunia hukum yang keras dan kaku, Fadhila Maya Sari hadir sebagai bukti bahwa penegakan hukum bisa dilakukan dengan pendekatan manusiawi.
Prestasinya membuktikan bahwa kesuksesan profesional tidak selalu mengikuti rencana linear, tetapi bisa datang dari kesiapan menerima takdir dan ketulusan dalam pengabdian.
Kiprah Fadhila di Kejaksaan Negeri Banjarnegara terus menjadi contoh bagaimana nilai-nilai empati bisa berpadu dengan prinsip hukum yang kuat.
Pendekatannya yang unik dalam memutuskan perkara hukum menunjukkan bahwa keadilan sejati tidak hanya tentang hitam-putih aturan, tetapi juga tentang memahami konteks manusiawi di balik setiap kasus.
Sebagai salah satu pemimpin perempuan di lembaga penegak hukum, Fadhila terus menginspirasi generasi muda, terutama perempuan Indonesia, untuk berani mengambil peran di berbagai bidang profesional.
Kisahnya membuktikan bahwa kesuksesan karier bisa dicapai melalui dedikasi, integritas, dan keseimbangan antara profesionalisme dengan nilai-nilai kemanusiaan. (*/stch)