JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengembangkan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai pusat produksi garam nasional guna mengatasi krisis pasokan garam industri yang selama ini menjadi tantangan besar bagi industri pengolahan dalam negeri.
Langkah strategis ini merupakan upaya konkret menuju swasembada garam nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor garam yang selama ini menyedot devisa negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, baru-baru ini melakukan kunjungan kerja ke sejumlah lokasi potensial di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.
Daerah-daerah seperti Desa Labuhan Bontong di Kecamatan Tarano, Desa Sepayung dan Plampang di Kecamatan Plampang, serta Desa Donggobolo di Kecamatan Woha dinilai memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan produksi garam skala industri.
Menurut Koswara, NTB khususnya wilayah Sumbawa memiliki beberapa keunggulan komparatif sebagai sentra garam nasional. Luasnya lahan garam potensial yang tersedia didukung dengan kualitas produksi tinggi menjadi faktor utama.
Selain itu, antusiasme dan komitmen kuat dari pemerintah daerah serta masyarakat lokal menjadi modal penting dalam pengembangan industri garam modern di wilayah ini.
Data terbaru KKP mengungkapkan bahwa defisit pasokan garam industri di Indonesia mencapai angka yang mengkhawatirkan. Untuk memenuhi kebutuhan industri pangan, dibutuhkan tambahan pasokan sekitar 600.000 ton garam per tahun.
Sementara untuk industri kimia dasar seperti Chlor Alkali Plant, kebutuhan garam mencapai 2,3 juta ton per tahun yang saat ini masih sangat bergantung pada impor garam berkualitas tinggi.
Untuk mengatasi krisis garam industri ini, KKP telah menyusun strategi komprehensif yang berfokus pada dua aspek utama.
Pertama adalah program intensifikasi produksi garam rakyat melalui penerapan teknologi modern untuk meningkatkan kualitas garam hingga memenuhi standar industri dengan kandungan NaCl minimal 97 persen.
Kedua berupa pembangunan kawasan industri garam terpadu yang mengintegrasikan seluruh rantai produksi dari hulu ke hilir di lokasi-lokasi strategis seperti NTB.
Koswara menegaskan bahwa saat ini sedang dilakukan persiapan untuk mengembangkan minimal 1.000 hektare lahan garam sebagai pusat produksi garam nasional. Proses ini melibatkan kerjasama erat dengan pemerintah daerah setempat untuk melakukan konsolidasi lahan dan penyiapan infrastruktur pendukung.
Langkah ini sejalan dengan implementasi Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 yang secara bertahap akan memberlakukan pelarangan impor garam, dimulai dari garam untuk industri pangan pada tahun 2025 dan garam industri kimia pada 2027.
Potensi geografis NTB sebagai sentra produksi garam didukung oleh kondisi alam yang ideal dengan curah hujan relatif rendah dan intensitas penyinaran matahari tinggi sepanjang tahun. Faktor klimatologis ini sangat menentukan kualitas dan kuantitas produksi garam.
Selain itu, masyarakat lokal terutama di pesisir Sumbawa telah memiliki tradisi panjang dalam pengolahan garam tradisional yang menjadi modal dasar untuk pengembangan lebih lanjut.
Pengembangan industri garam nasional di NTB akan mencakup berbagai aspek penting mulai dari modernisasi teknologi produksi, pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan akses dan sistem irigasi, hingga program peningkatan kapasitas petani garam melalui pelatihan-pelatihan intensif.
Rantai pasok industri juga akan diperkuat untuk menjamin distribusi hasil produksi ke berbagai industri pengguna garam di seluruh Indonesia.
Kebutuhan garam industri saat ini sangat vital bagi berbagai sektor industri strategis termasuk industri makanan dan minuman yang membutuhkan garam sebagai bahan baku dan pengawet, industri farmasi untuk produksi obat-obatan, industri kimia dasar sebagai bahan baku pembuatan soda kaustik dan klorin, serta industri pengolahan hasil laut seperti ikan dan rumput laut.
Ketergantungan impor garam yang tinggi selama ini disebabkan oleh beberapa faktor mendasar seperti kapasitas produksi dalam negeri yang belum memadai, kualitas garam lokal yang seringkali belum memenuhi standar industri, keterbatasan lahan produksi yang sesuai, serta teknologi pengolahan yang masih bersifat tradisional dan kurang efisien.
Program swasembada garam nasional yang digalakkan KKP ini merupakan bagian integral dari strategi pembangunan kemaritiman nasional yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk kelautan, memperkuat ketahanan pangan nasional, menciptakan lapangan kerja baru di sektor kelautan, sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan melalui pengurangan impor.
Pemerintah pusat melalui KKP akan terus memantau dan mengevaluasi perkembangan proyek garam nasional di NTB dan daerah potensial lainnya.
Keberhasilan program strategis ini diharapkan tidak hanya mampu mengatasi krisis pasokan garam industri, tetapi juga meningkatkan daya saing industri pengolahan dalam negeri dan menghemat devisa negara yang selama ini digunakan untuk impor garam.